*Oleh : Fitrah Dany
*Kordinator
Departemen Pendidikan & Penalaran di Forum Komunikasi Pemuda Pelajar
Mahasiswa Sumbawa (FKPPMS)-Mataram NTB
Setiap
masa di suatu Negara atau wilayah memiliki perkembangan sendiri, tidak
terkecuali di Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Mencermati
perkembangan akhir-akhir ini, geliat perkembangan pendidikan khususnya di Nusa
Tenggara Barat yang dikenal dengan sebutan Bumi Gora cukup baik. Dalam beberapa
kurun waktu belakangan ini banyak kalangan yang menilai bahwa dunia pendidikan
di NTB tidak menampakkan hasil yang begitu memuaskan. System berganti system
sampai diluncurkannya berbagai macam kurikulum yang ada masih belum cukup
mendongkrak kualitas pendidikan yang diharapkan. Merancang bangunan pendidikan
yang ideal tentu tak semudah membalikkan telapak tangan. Berbagai upaya dan
strategi yang dirumuskan oleh pemerintah selalu mendapat hambatan dan masalah
dalam praktik system pendidikan itu sendiri. Hambatan yang tidak jarang kita
temui adalah masih lemahnya kualitas tenaga pendidik yang ada, sarana dan
prasarana yang belum memadai serta anggaran pendidikan yang belum mampu
menunjang pelaksanaan system pendidikan itu sendiri.
Berbagai program pemerintah yang telah
diluncurkan mulai dari yang bersifat fisik dan non fisik, seperti pendidikan
wajib 9 tahun, pendidikan gratis, Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Operasional
Sekolah (BOS) dengan harapan mampu mensinergikan sekaligus untuk mendongkrak
kualitas pendidikan itu sendiri. Dan yang tidak kalah penting adalah
ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup memadai di sekolah untuk menunjang
proses belajar mengajar. Hal ini juga tidak luput dari perhatian pemerintah
meskipun belum maksimal dalam merealisasikannya, karena kita bisa melihat
kurang meratanya fasilitas sarana dan prasarana penunjang terutama di
sekolah-sekolah terpencil.
Berbagai
program tersebut tidak akan berjalan lancar tanpa dukungan semua komponen yang
ada, mulai dari masyarakat yang nantinya akan berperan penting dalam mengontrol
dan mengawasi semua bantuan yang “di gelontorkan” pemerintah ke
sekolah-sekolah. Karena masyarakat sendiri sadar bahwa selain dapat membantu
meringankan beban biaya sekolah anak-anaknya dengan bantuan pendidikan tersebut
juga lebih merasa bertanggung jawab akan kesuksesan dunia pendidikan. Meskipun
tidak sedikit kita lihat orang-orang disekitar yang acuh terhadap perkembangan
dunia pendidikan dengan persepsi dan alasan masing-masing yang terkadang tak
rasional dilontarkan.
Di
sisi yang lain, pihak sekolah tidak akan direpotkan lagi mengenai biaya
operasional yang harus disiapkan dalam menjalankan program-program yang telah
dirancang bersama. Sekali lagi karena adanya perhatian lebih pemerintah
terhadap dunia pendidikan. Hal ini patut mendapat apresiasi dan dukungan
bersama karena bukankah kualitas suatu bangsa ditentukan oleh baik buruknya system
pendidikan? Tentu yang dimaksud adalah pendidikan berkualitas yang mampu
“mencetak” manusia-manusia tangguh, kompeten, dan berdaya saing.
Tentu indikator penilaian baik buruknya
pendidikan tidak hanya diukur sebatas pada pengembangan intelektual saja, akan
tetapi harus diimbangi dengan pengembangan spiritual emosional agar terbentuk
generasi yang intelek dan berkarakter. Tahun ini system pendidikan melalui
kurikulum 2013 telah merancang dan menerapkan formulasi baru dengan misi membentuk
karakter sebagai wujud penyeimbangan yang diharapkan. Inilah harapan baru di
dunia penidikan kita yaitu harapan baru bagi generasi-generasi baru.
Penguatan
karakter penting dilakukan agar fondasi pendidikan kita semakin kuat. Sehingga
selain sebagai pengembangan mental spiritual, juga merupakan modal dan
investasi sosial ditengah zaman yang penuh dengan godaan. Banyak contoh yang
disuguhkan kepada kita melalui berbagai macam media tentang hal-hal yang
bertentangan dengan karakter bangsa kita sesungguhnya. Ada kasus korupsi, ada
kasus narkoba, pemerkosaan, penipuan, pencurian dan perbuatan-perbuatan amoral
lainnya. Salah satu perbuatan yang membuat kita prihatin adalah kasus korupsi
yang banyak menyeret orang-orang yang notabene intelek dan berpendidikan. Melihat
rentetan kasus korupsi yang melibatkan orang-orang terdidik muncul pertanyaan
dibenak kita apakah ini karakter pendidikan bangsa yang sesungguhnya? Tentu tidak,
karena sejatinya pendidikan bukan hanya mencerdaskan kehidupan bangsa tetapi
juga mengamalkan nilai-nilai moral dan spiritual yang konsisten dan baik.
Tentu
kita tidak ingin menjadi contoh dari perbuatan-perbuatan yang mengabaikan
nilai-nilai hakiki pendidikan. Karena predikat “manusia berkualitas” hanya
pantas disematkan bagi orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual,
kecerdasan mental, dan kecerdasan spiritual. Akhirnya semoga dengan kurikulum
baru yang menitikberatkan pada penguatan karakter ini dunia pendidikan kita
dapat menghasilkan manusia yang cerdas dan berkarakter.